PRAKTEK PERWAKAFAN DI INDONESIA
A.
ISTILAH DAN PENGERTIAN
Dalam PP no. 28/1977 terdapat beberapa istilah dan
pengertian yang di kemukakan sebagai pedoman awal bagi seseorang yang akan
memahami keseluruhan isi PP tersebut. Istilah dan pengertian tersebut meliputi
wakaf, wakif, nadzir, ikrar, benda wakaf, saksi, akta ikrar wakaf, dan akta
pengganti ikrar wakaf.
1. Wakaf adalah perbuatan
hukum yang dilakukan seseorang atau badan hukum dengan memisahkan sebagian dari
harta kekayaannya yang berupa tanah milik dan melembagakannya untuk
selama-lamanya untuk kepentingan ajaran agama islam. (ps 1:1 huruf b PMA)
2. Wakif adalah orang
atau orang-orang ataupun badan hukum yang mewakafkan tanah miliknya ps. 1 ayat
2.
3. Ikrar yaitu pernyataan
kehendak dari wakif untuk mewakafkan tanah miliknya ps. 1 ayat 3. Ikrar itu
harus diucapkan/diikrarkan secara lisan, jelas dan tegas kepada nadzir yang
berada di wilayah tanah itu berada dan dihadiri oleh saksi minimal 2 orang.
4. Nadzir adalah orang
atau kelompok orang atau badan hukum yang diserahi tugas pemeliharaan dan
pengurusan harta wakaf. ps 1 ayat 4.
5. Benda Wakaf adalah
tanah dengan hak milik atau tanah milik yang bebas dari segala pembebanan,
ikatan, sitaan, dan perkara. ps 4 PP no. 28/1977
6. Saksi adalah orang
yang bertindak sebagai penguat terhadap adanya peralihan status tanah dari
pihak pemilik menjadi tanah wakaf, saksi sekurang-kurangnya 2 orang yang
menghadiri ikrar. Hal ini diperlukan untuk lebih memantapkan perwakafan itu
baik dari segi riwayat tanah sebelumnya maupun masa selanjutnya. Dengan syarat
dewasa dan sehat akal serta tidak terhalang untuk melakukan perbuatan hukum.
7. Pejabat Pembuat Akta
Ikrar Wakaf (PPAIW) adalah pejabat yang ditunjuk Menteri Agama untk membuat Akta
Ikrar Wakaf, dalam hal ini Kepala Kantor KUA Kecamatan.
8. Akta Ikrar Wakaf
adalah akta yang dibuat oleh PPAIW setelah wakif mengikrarkan penyerahan tanah
wakaf. dan akta itu dibuat sebagai pendaftarab akta tanah wakaf di Agraria.
9.
Akta Pengganti Ikrar Wakaf dalah akta yang dibuat oleh PPAIW atas tanah wakaf
yang
perwakafannya terjadi sebelum berlakunya PP no. 28 tahun 1977.
B. POTENSI TANAH WAKAF
Jumlah tanah wakaf di seluruh Indonesia, berdasarkan
Proyek Penelitian Badan Litbang Agama yang dilakukan pada tahun 1978-1980
adalah seluas 63.857.338 m2, menempati 44.402 lokasi, adapun
penggunaan tanah diperinci sebagai berikut :
1. Untuk masjid seluas
15.096.508 m2 pada 13.407 lokasi.
2. Unutk langgar seluas
5.146.652 m2 pada 15.776 lokasi.
3. Madrasah/sekolah
seluas 4.436.133 m2 pada 6.378 lokasi.
4. Keperluan sosial
seluas 8.493.722 m2 pada 1.403 lokasi.
5. Makam muslimin seluas
31.004.523 m2 pada 4.984 lokasi.
Tuga
tahun kemudian yaitu 1983/1984 Dijen Bimas Islam dan Urusan Haji Depag berhasil
mengumpulkan data tentang jumlah tanah wakaf menurut penggunaan dan statusnya
di propinsi-propinsi di seluruh Indonesia. Tanah wakaf yang sudah dicatat
instansi Agraria yang sudah terdapat AIW atau APAIW seluas 27.597.944 m2
pada 11.407 lokasi, yang belum mendapat AIW atau APIW 335.571.991.511 m2
pada 189.103 lokasi.
Dari
dua data yang diperoleh dengan kurun waktu 6 tahun yaitu 1978 s.d 1983 setelah
diberlakukannya PP no. 28 tahun 1978 ternyata ada kemajuan yang sangat fantatstis.
Perbedaan yang sangat tajam selama 6 tahun tersebut dimungkinkan karena 2 hal
yaitu :
Pertama,
karena kian banyknya lokasi dan umat islam yang mewakafkan tanahnya selama
interval waktu 6 tahun tersebut.
Kedua,
semakin rapinya pencatatan wakaf tanah milik, sehingga dimungkinkan data
tentang umat islam dan lokasi wakaf tanah milik lebih banyak terjaring dengan 6
tahun sebelummnya.
Sehubungan
bertambahnya penduduk bangsa indonesia
dan tidak bertambahnya tanah, maka umat islam harus didorong terus untuk berwakaf
selain tanah sesuai dengan semangat ajaran islam yaitu wakaf buku untuk
perpustakaan, wakaf uang, dll.
C. STATUS PENGELOLAAN DAN
PENGGUNAAN TANAH WAKAF
1. Status Tanah
Wakaf
Sebagaimana disebutkan sebellumnya bahwa wakaf
dianggap sah jika telah memenuhi setidaknya empat rukun, yaitu :
a. Ada orang yang mewakafkan (Wakif)
b. Adanya harta atau sesuatu yang
diwakafkan (Mauquf)
c. Ada tempat kemana harta itu diwakafkan
(Mauquf alaih)
d. Akad yaitu pernyatan serah terima harta
wakaf dari yang mewakafkan kepada yang diserahi harta wakaf untuk mengelolanya
(nadzir)
Disamping
itu ada beberapa syarat lain yang harus dipenuhi yaitu :
a. Wakaf itu harus
tunai, karena berarti memindahkan hak hak milik pada waktu wakaf.
b. Hendaklah dalam
berwakaf itu disebutkan dengan terang kepada siapa wakaf diserahkan.
c. Ada yang berhak menerima wakaf tersebut baik
perseorangan maupun kolektif seperti yayasan atau lembaga-lembaga sosial
lainnya.
Menurut
kesepakatan fuqoha’ bahwa harta yang telah diwakafkan berpindah hak
kepemilikannya dari empunya kepada Allah swt. Harta tersebut harus dimanfaatkan
untuk kepentingan orang banyak sesuai dengan ketentuan pemiliknya yaitu Allah
swt.
Bila
dipandang dari sudut hukum islam semata, maka soal wakaf menjadi begitu mudah
dan sederhana aslakan dilandasi kepercayaan dan dianggap telah memenuhi
ketentuan formal tersebut diatas, maksudnya kemudahan administratif tidak ada
prosedur yang rumit. Namun demikian disisi lain kemudahan itu berakibat pada kesulitan
pengawasan dan pendataan harta wakaf.
Indikasi
ini menunjukkan bahwa ibadah tidaklah hanya cukukp dilandasi dengan keikhlasan
dan kepercayaan menerima amanat semata karena Allah swt, tetapi ibadah juga
memperhatikan unsur kemaslahatan jauh ke depan khususnya ibadah wakaf akan
sangat berarti jika harta yang diwakafkan tidak hanya bermanfaat dengan jangka
waktu yang pendek tetapi jauh kedepan sebagaimana sifat wakaf itu sendiri.
Pada
umumnya harta wakaf yang tidak didata sebaikbaiknya akan berujung pada
perselisihan ketika wakif telah meninggal, sebab antara wakif dan nadzir tidak
ada dokumen yang menguatkan posisi kedua belah pihak. Bila keadaan ini terjadi
maka tidak ada pihak yang berwenang yang dapat bertindaik sebagai penengah
dengan data tertulis yang jelas, akhirnya harta wakaf kehilangan fungsi dan
porsi yang diharapkan oleh wakif.
Atas
dasar pengalaman diatas maka pemerintah menganggap perlu untuk melindungi harta
wakaf tersebut dengan mengeluarkan UU no. 5 th 1960 bahwa wakaf tanah milik
dilindungi dan kemudian diatur dengan PP. No. 28 tahun 1977 berisi tentang
keharusan mendaftarkan benda atau harta wakaf kepada instansi yang telah diberi
kewenangan oleh pemerintah untuk mengurusnya.
Sedangkan
untuk administrasi perwakafan diselenggarakan oleh KUA kecamatan oleh PPAIW,
adapun tugasnya adalah :
a. Meneliti kehendak wakif.
b. Meneliti dan mengesahkan nadzir
atau anggota nadzir yang baru. Ps 10 ayat 3-4
c. Meneliti saksi ikrar wakaf.
d. Menyelesaikan pelaksanaan ikrar wakaf.
e. Membuat akta ikrar wakaf.
f. Menyampaikan akta ikrar
wakaf dan salinannya selambat-lambatnya 1 bulan sejak dibuatnya. ps ayat
2-3
g. Menyelenggarakan daftar akta ikrar
wakaf.
h. Menyimpan dan memelihara akta dan
daftarnya.
i. Mengurus pendaftaran
perwakafan. Ps 10 ayat 1
Peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang wakaf tanah ini semakin lengkap
setelah terbitnya UU no. 41/2004 tentang wakaf, harta juga tidak boleh
dijadikan jaminan, disita, dihibahkan, dijualm diwariskan, ditukarm atau dialihkan
dalam bentuk hak lainnya, kecuali apabila harta benda wakaf untuk kepentingan
umum harus didaftarkan kembali untuk diproses oleh nadzir melalui PPAIW kepada
instansi yang berwenang dan Badan Wakaf Indonesia yang tugas dan wewenangnya
adalah :
a. Melakukan pembinaan kepada nadzair
dalam mengelola dan mengembangkan harta wakaf.
b. Memberikan persetujuan dan atau
perizinan atas perubahan dan peruntukan dan status harta wakaf.
c. Memberhentikan dan mengganti
nadzir.
d. Memberikan saran dan pertimbangan kepada
pemerintah.
Dalam
beberapa faktor masih banyaknya tanah yang belum berakta bisa juga karena
beberapa faktor yaitu :
a. Karena tidak ada bukti pewakafan
sama sekali.
b. Tanah wakaf masih dalam sengketa.
c. Masalah biaya.
d. Prosedur yang dianggap tidak praktis,
yaitu : pertama, harus mengusahakan sertifikat hak milik, kedua mengusahakan
sertifikat perwakafan tanah.
2. Pengelolaan
Tanah Wakaf
Menurut ketentuan ps 9 UU no. 41/2004 dan PP no.
28/1977 yang disebut pengelola wakaf dapt berupa perorangan, organisasi, dan/
badan hukum yang diberi tugas mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf
sesuai dengan peruntukkannya.
Nadzir perseorangan harus memenuhi syarat sebagai
berikut :
a. Warga negara RI.
b. Beragama islam.
c. Sudah dewasa.
d. Amanah.
e. Mampu secara jasmani dan rohani.
f. Tidak terhalang melakukan
perbuatan hukum.
g. Bertempat tinggal di kecamatan
tempat tanah yang diwakafkan.
Jika
Nadzir tersebut berbentuk organisasi, maka harus memenuhi syarat :
a. Pengurus
organisasi yang bersangkutan memenuhi persyaratan nadzir perseorangan.
b. Organisasi bergerak
pada bidang sosial, pendidikan kemasayarakatan, dan/atau keagamaan islam.
Jika
Nadzir tersebut berbentuk badan hukum, maka harus memenuhi syarat :
a. Pengurus badan
hukum yang bersangkutan memenuhi persyaratan nadzir perseorangan.
b. Badan hukum indonesia
yang berkedudukan di Indonesia.
c. Badan hukum
bergerak pada bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan dan/atau keagamaan
islam.
d. Mempunyai perwakilan
di kecamatan tempat tanah yang diwakafkan.
Dengan ketetapan Kepala KUA nadzir berhak mengambil
keuntungan maksimal 10 % daru hasil tanah wakaf dan jumlah nadzir maksimal
sejumlah desa yang ada di kecamatan.
3. Jenis Penggunaan
Tanah Wakaf
Untuk memperoleh gamabaran sejauh mana pendayagunaan
tanah wakaf dalam kurun waktu yang berbeda dalam skala nasilanal pada renggang
tahun 1978 s.d 1983 adalah :
a. Untuk masjid
b. Untuk langgar/mushola
c. Madrasah/sekolah
d. Keperluan sosial
Tidak ada komentar:
Posting Komentar